Jumat, 28 Oktober 2016

REFLEKSI HARI SUMPAH PEMUDA

Sumber Foto : Google, 2016
Membicarakan tentang pemuda, kita sering dicekoki dengan beragam kalimat hiperbolis seperti "pemuda adalah harapan bangsa, pemuda penerus perjuangan, pelopor pembangunan, agen perubahan" dan sederet kalimat penuh harapan lainnya. Hal ini diperkuat pula dengan pernyataan tokoh-tokoh hebat sebut saja Ir. Sukarno misalnya. Tokoh yang dikenal sebagai bapak proklamator Indonesia ini pernah mengungkapkan kalimat yang sangat fenomenal tentang hebatnya pemuda yakni dengan mengatakan “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia”.
Kemudian jika kita melihat sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa, bahwa memang pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia didominasi oleh kalangan pemuda. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pemuda memang memiliki potensi dan kemampuan yang bisa diandalkan untuk menjadi pemikul amanah keberlanjutan perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Keteladanan dan sikap kepeloporan yang dicontohkan oleh para pemuda terdahulu, kiranya penting menjadi rujukan dan pelajaran bersama. Bagaimana kaum muda meletakkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan dirinya sendiri. Menomorduakan kenyamanan pribadinya, menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran, bahkan rela keluar masuk penjara. Nilai-nilai dan semangat kepeloporan seperti inilah yang diharapkan mampu diadopsi oleh pemuda masa kini, kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai panggung, status, peran dan fungsi masing-masing.
Pemuda tak boleh mengurung diri di penjara zaman, move on menjadi istilah yang niscaya segera dilakukan. Kita pun tak boleh hanya menjadikan gemilangnya prestasi pemuda terdahulu sebagai romantisme sejarah yang selalu “hanya dibangga-banggakan”, sementara kita tidak mampu meneladani sikap dan keberanian mereka.
Namun tentu seiring zaman, kita dihadapkan pada realitas kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Tantangan dan perjuangan pemuda masa kini telah berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, pemuda yang diidentikkan sebagai agen perubahan juga dituntut mampu merespon dinamika di sekitarnya dengan cepat dan tanggap. Sehingga mengharuskan mereka untuk bersikap aktif, dinamis, menjemput bola, dan berani turun ke gelanggang. Bukan sekedar menjadi penonton, pendengar dan golongan yang pasif.
Pemuda masa kini tak lagi berhadapan dengan agresi militer, penjajahan terhadap rakyat dan berbagai penderitaan seperti di zaman pra dan awal kemerdekaan Indonesia. Arah dan gerak juang pemuda masa kini terletak pada kepeloporan, memberikan teladan dan menjadi garda terdepan dalam aktifitas pembangunan di segala lini, serta menjadi pengawal yang objektif atas setiap pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Hal yang penting pula untuk diperhatikan, agar jangan sampai pemuda terjangkit oleh pola pikir pragmatis, egois, serta mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya semata. Hingga bersikap timpang, dan hanya memihak pada kepentingan yang mendatangkan keuntungan bagi pihaknya saja. Sikap pragmatis dan egois seperti ini akan berimplikasi pada pemahaman yang bersifat transaksional. Pemahaman yang akan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi. Jika pandangan semacam ini dibiarkan berkembang dan menghinggapi pemuda, maka akan susah kita dapati pemuda yang siap menjadi pengabdi, yang ingin berjuang bukan karena akan mendapatkan apa. Pemuda harus memiliki pandangan yang universal dan fokus pada keberpihakan terhadap kebenaran, meluruskan ketimpangan-ketimpangan yang ada, serta menjadi solusi bagi problematika yang dihadapi masyarakat di sekitarnya. Pemikiran-pemikiran seperti “asal saya senang, asal saya kenyang” tentu bukanlah pemikiran yang diharapkan dari pemuda.

Berkorelasi dengan tingginya ekspektasi yang diharapkan pada pemuda, melahirkan konsekuensi logis bahwa pemuda haruslah memiliki kemapuan dan kecakapan, memiliki kompetensi dan kapabilitas. Mengingat besarnya potensi pemuda ini, karenanya memfungsikan pemuda menjadi penting. Namun jiwa muda dan spontanitas saja tentu tidaklah cukup menjadi modal satu-satunya dalam pergulatan kehidupan di masyarakat dengan dinamika yang semakin komplek seperti sekarang ini. Oleh karena itu pemuda harus disiapkan dan mempersiapkan diri, dibekali dan membekali diri dengan ilmu, serta dibina baik intelektual dan spiritualnya, dimotivasi dan diberi ruang serta kepercayaan untuk mengambil peran dalam mengaktualisasikan potensinya.

Kamis, 11 Agustus 2016

Full Day School; Kebijakan Kontroversial Mendikbud Prof. Muhadjir Effendy

Ilustrasi Anak Sekolah; Foto (Sumber: BBC)
Dulu sewaktu masih SMP, kami sekolah dari jam 7 pagi hingga jam 1.30 siang. 
Entahlah, meski suasana di sekolah cukup nyaman dan menyenangkan, tapi berlama-lama hingga berjam2 di sekolah (meski tidak belajar), sangat tidak mengenakkan.
Saat itu mendengar bel pulang sekolah berbunyi menghadirkan rasa bahagia tiada tara, layaknya menyambut hari raya. Semuanya bergegas pulang dengan riang gembira.
Hari ini, kebijakan Full Day School direncanakan akan diterapkan utk siswa SD dan SMP.
Semoga semuanya dipertimbangkan dengan matang. Sosialisasi yg intens kepada semua pihak yg berkepentingan.
‌Kalau ternyata nanti gurunya saja bosan lama2 di sekolah, bagaimana dgn siswanya...
#‪#‎Belum‬ pada konklusi Tolak Full Day School

Senin, 01 Agustus 2016

Ekpsektasi Masyarakat Terhadap Pemuda

Membicarakan tentang pemuda, kita sering dicekoki dengan beragam kalimat hiperbolis seperti "pemuda adalah harapan bangsa, pemuda penerus perjuangan, pelopor pembangunan, agen perubahan" dan sederet kalimat penuh harapan lainnya. Hal ini diperkuat pula dengan pernyataan tokoh-tokoh hebat sebut saja Ir. Sukarno misalnya. Tokoh yang dikenal sebagai bapak proklamator Indonesia ini pernah mengungkapkan kalimat yang sangat fenomenal tentang hebatnya pemuda yakni dengan mengatakan “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia”.
Kemudian jika kita melihat sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa, bahwa memang pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia didominasi oleh kalangan pemuda. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pemuda memang memiliki potensi dan kemampuan yang bisa diandalkan untuk menjadi pemikul amanah keberlanjutan perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Keteladanan dan sikap kepeloporan yang dicontohkan oleh para pemuda terdahulu, kiranya penting menjadi rujukan dan pelajaran bersama. Bagaimana kaum muda meletakkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan dirinya sendiri. Menomorduakan kenyamanan pribadinya, menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran, bahkan rela keluar masuk penjara. Nilai-nilai dan semangat kepeloporan seperti inilah yang diharapkan mampu diadopsi oleh pemuda masa kini, kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai panggung, status, peran dan fungsi masing-masing.
Pemuda tak boleh mengurung diri di penjara zaman, move on menjadi istilah yang niscaya segera dilakukan. Kita pun tak boleh hanya menjadikan gemilangnya prestasi pemuda terdahulu sebagai romantisme sejarah yang selalu “hanya dibangga-banggakan”, sementara kita tidak mampu meneladani sikap dan keberanian mereka.

Minggu, 10 Juli 2016

Kebesaran Allah SWT

Allah SWT yang maha luas kekuasaanNya. Meliputi seluruh alam, langit, bumi dan seluruh jagad raya.
Ilmu Allah SWT adalah ilmu yang paling sempurna. Sedangkan ilmu manusia hanyalah ibarat sisa air diujung jari yg dicelupkan ke dalam lautan, sementara ilmu Allah SWT ibarat seluruh air di lautan.

Senin, 18 April 2016

"Kewajiban Sebagai Keniscayaan untuk Mendapatkan Hak ; Sebuah Autokritik"

Berbicara mengenai hak dan kewajiban, kebanyakan kita punya kecendrungan yang sama. Yakni cenderung menuntut hak, tapi suka lalai pada kewajiban. Parahnya hal ini berlaku hampir pada semua askep kehidupan. Dalam dunia kerja misalnya, ada sebagian (banyak) yang suka menuntut kenaikan gaji, pemenuhan fasilitas, kejelasan status, dan lain sebagainya. Tapi dalam melaksanakan pekerjaannya mereka bekerja uring-uringan, menunda pekerjaan, datang terlambat, pulang lebih cepat dari seharusnya, bahkan ada yang bekerja dengan cara yang tidak jujur. Lain lagi di dunia pendidikan. Banyak dari siswa dan mahasiswa menginginkan nilai bagus, lulus ujian, dan cepat wisuda. Namun di sisi lain mereka malas belajar, tak mau baca buku, enggan mengerjakan tugas, malas bertanya pada guru/dosen, bahkan malas datang ke sekolah/kampus. Tak terkecuali dalam kehidupan beragama. Kita berharap mendapat ampunan, berharap mendapat kasih sayang Tuhan, dan berharap masuk surga. Sementara dalam keseharian kita malas beribadah, enggan bersedekah, tak mau bersilaturrahmi, dan berat melaksanakan perintah Tuhan. Padahal, sama-sama kita maklum. Bahwa aturan mainnya dari dulu hingga sekarang yakni, PENUHI KEWAJIBAN, MAKA HAK AKAN DIDAPAT. Jangan dibalik logikanya. Bukankah orang-orang bijak sering mengatakan, bahwa dalam hidup ini semuanya perlu proses, dan melaksanakan kewajiban hakikatnya adalah sebuah proses untuk mendapatkan hak.

"Kewajiban Sebagai Keniscayaan untuk Mendapatkan Hak ; Sebuah Autokritik"

Berbicara mengenai hak dan kewajiban, kebanyakan kita punya kecendrungan yang sama. Yakni cenderung menuntut hak, tapi suka lalai pada kewajiban. Parahnya hal ini berlaku hampir pada semua askep kehidupan. Dalam dunia kerja misalnya, ada sebagian (banyak) yang suka menuntut kenaikan gaji, pemenuhan fasilitas, kejelasan status, dan lain sebagainya. Tapi dalam melaksanakan pekerjaannya mereka bekerja uring-uringan, menunda pekerjaan, datang terlambat, pulang lebih cepat dari seharusnya, bahkan ada yang bekerja dengan cara yang tidak jujur. Lain lagi di dunia pendidikan. Banyak dari siswa dan mahasiswa menginginkan nilai bagus, lulus ujian, dan cepat wisuda. Namun di sisi lain mereka malas belajar, tak mau baca buku, enggan mengerjakan tugas, malas bertanya pada guru/dosen, bahkan malas datang ke sekolah/kampus. Tak terkecuali dalam kehidupan beragama. Kita berharap mendapat ampunan, berharap mendapat kasih sayang Tuhan, dan berharap masuk surga. Sementara dalam keseharian kita malas beribadah, enggan bersedekah, tak mau bersilaturrahmi, dan berat melaksanakan perintah Tuhan. Padahal, sama-sama kita maklum. Bahwa aturan mainnya dari dulu hingga sekarang yakni, PENUHI KEWAJIBAN, MAKA HAK AKAN DIDAPAT. Jangan dibalik logikanya. Bukankah orang-orang bijak sering mengatakan, bahwa dalam hidup ini semuanya perlu proses, dan melaksanakan kewajiban hakikatnya adalah sebuah proses untuk mendapatkan hak.

Kamis, 28 Januari 2016

Menjadi Laki-laki

Menjadi Laki-laki. Mau tak mau harus ikuti aturan mainnya. Terlepas dari perdebatan para pegiat gender tentang kesetaraan laki2 dan perempuan dalam berbagai bidang. Namun konstruksi sosial yang telah lama sama2 kita mahfum, mengkondisikan laki2 adalah pemimpin perempuan (dengan justifikasi firman Tuhan). Dalam konteks ini, laki2 dilabeli dengan sederet embel2 seperti gagah, berwibawa, karismatik, dll. Pada saat yg sama, para perempuan pun mengamini, bahwa "katanya" mereka merasa tenang dan damai, merasa terlindungi, bahkan ada yg merasa mendapat kekuatan lebih bila berada di dekat laki2, dan banyak lagi. Maka jika "kebetulan" engkau dilahirkan sebagai laki2. Meski mungkin, bentuk fisikmu kebetulan tak gagah dan berotot. Engkau dgn serta merta memikul tanggung jawab untuk menjadi gagah, berwibawa, karismatik, mengayomi, melindungi, dan bertanggung jawab.

Menjadi Laki-laki

Menjadi Laki-laki. Mau tak mau harus ikuti aturan mainnya. Terlepas dari perdebatan para pegiat gender tentang kesetaraan laki2 dan perempuan dalam berbagai bidang. Namun konstruksi sosial yang telah lama sama2 kita mahfum, mengkondisikan laki2 adalah pemimpin perempuan (dengan justifikasi firman Tuhan). Dalam konteks ini, laki2 dilabeli dengan sederet embel2 seperti gagah, berwibawa, karismatik, dll. Pada saat yg sama, para perempuan pun mengamini, bahwa "katanya" mereka merasa tenang dan damai, merasa terlindungi, bahkan ada yg merasa mendapat kekuatan lebih bila berada di dekat laki2, dan banyak lagi. Maka jika "kebetulan" engkau dilahirkan sebagai laki2. Meski mungkin, bentuk fisikmu kebetulan tak gagah dan berotot. Engkau dgn serta merta memikul tanggung jawab untuk menjadi gagah, berwibawa, karismatik, mengayomi, melindungi, dan bertanggung jawab.