Puisi

Puisi ku, Malang, 19 Juli 2011
Setiap hari adalah goresan jiwa yang teriris...
Waktu ke waktu adalah penantian yang telah membuat kami lelah,
Akan sebuah sebuah harapan...
Kami terjajah dalam kemerdekaan, kami tak merasakan apa yang kalian sebut pembangunan dan kemajuan...
Hari yang kami lalui diiringi penantian panjang akan sebuah perubahan, yang tak kunjung datang...
Jemu sudah kami mendengar, masalah politik yang tak kunjung damai, atau cerita tentang perut pejabat yang buncit karena uang haram...
Kali ini dengarkan kami, lihatlah kami yang sekian lama menanti disini...
Agar terwujud apa yang kalian sebut kesejahteraan, agar kami juga merasakan apa yang kalian namakan pembangunan...



Angin-angin yang bertiup pelan,,
mereka membisikiku,,
hingga tersadar,,
bahwa ku sangat merindukannya.......



hingga mungkin waktu yang akan menegurku
ketika raga ini telah memberi pengertian,
dengan bahasanya yang khas dan unik
masih saja tak tersadarkan,
dan kulit yang dulunya segar terik berisi, kini
seperti ada sesuatu yang hilang darinya, sehingga tampak kering mengeriput
dan, rambut yang dulu mengkilap pekat, kini telah kehilangan pigmennya
dan, tulang yang menyusun rangka sehingga tegap menjadi penyangga,
perlahan ditinggalkan tenaganya hingga rapuh
masih saja tak tersadarkan
apakah nanti, saat batas waktu tiba
ketika usus tak lagi mampu mencerna
ketika paru-paru tak mampu lagi menjalankan fungsinya
bahkan ketika lidah tak lagi kuasa mentilawahkan kata-kata
saat mata benar-benar akan ditutup selama-lamanya
baru kesadaran tiba

Dulu kau janjikan beragam hal..
Katamu jalan ini akan diaspal..
Sungai ini akan diperlebar...
Mesjid ini akan diperbesar...
Namun kini, telal lelah kami menanti...
Tak ada kabar pasti...

Malang, 30 Juli 11
Gejolak hati, pertarungan nurani...
Sekali lagi aku dikalahkannya...
Ia begitu lihai dalam memikat...
Senjata ku tak mempan...
Iman ku buyar...
Kalau tak Kau beri aku kekuatan...
Aku tak kan pernah jadi pemenang...