Jumat, 18 Desember 2009

MARAKNYA TINDAK KEKERASAN TERHADAP TKI


Bukan merupakan rahasia umum lagi, bahwa Indonesia merupakan Negara yang banyak mengirim tenaga kerjanya keluar negeri. Hampir dari setiap daerah di Indonesia turut ambil bagian sebagai pengirim TKI ke luar negeri. Negara yang menjadi tujuan TKI pun beragam, mulai dari negara-negara dikawasan Asia Tenggara, Asia, bahkan Eropa. Untuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura merupakan tujuan favorit para TKI.
Besarnya jumlah TKI yang berangkat keluar negeri dimotivasi oleh berbagai iming-iming, salah-satunya adalah gaji yang tinggi. Namun tak jarang para TKI harus menanggung kekecewaan, karena mereka tidak mendapatkan apa yang dijanjikan. Justru tak jarang mereka ditelantarkan bahkan diperlakukan tidak wajar.
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar banyak kasus perlakuan tak wajar yang dilakukan majikan kepada para TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Bentuk perlakuan tak wajar ini modusnya beragam, mulai dari gaji yang tidak dibayar sampai perlakuan kasar dalam bentuk penyiksaan. Fenomena seperti ini sering kita saksikan di media baik cetak maupun elektronik yang meliput kejadian ini. Sasaran empuk tindak kekerasan ini khusunya TKI perempuan.
Contoh kasus, baru-baru ini seperti diberitakan salah satu stasiun televisi swasta, Bagaimana seorang ibu yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jeddah Arab Saudi. Ia dianiaya oleh majikannya hanya karena tidak mendengar waktu si majikan memanggilnya. Lalu sang majikan pun dengan kasar menarik baju si ibu, hingga kakinya tertgantung, setelah itu ibu itu didorong hingga membentur benda keras, yang menyebabkan sekujur tubuh ibu ini luka-luka dan harus dibawa ke rumah sakit di Jeddah. Ada juga sebagian TKI yang sudah bertahun-tahun bekerja, namun gajinya tidak dibayar. Bahkan ada TKI yang meninggal dunia, sementara permasalahannya tidak jelas. Bisa dibayangkan betapa ini merupakan suatu bentuk kezoliman yang nyata.
Bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada para TKI yang dilakukan majikannya tak jarang hanya karena persoalan sepele. Seperti contoh kasus tadi, hanya karena sang pembantu tidak mendengar panggilan lalu disiksa. Terlepas dari apakah memang hal-hal yang memang merupakan kesalahan pekerja, tindakan kekerasan tetap tidak dibenarkan.
Pemerintah selaku pengayom warga negaranya hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Kemana lagi mereka bisa mengadu kalau bukan kepada pemimpin mereka. Cukup sudah TKI kita dianiaya, cukup sudah TKI kita disiksa.
Para majikan harusnya juga memperhatikan hak-hak pekerja, jangan berbuat seenaknya. Bukankah mereka juga memiliki hak yang sama. Ketika mereka melaksanan kewajibannya yakni bekerja, maka adalah suatu kewajaran bagi mereka untuk mendapatkan haknya (gaji). Sebagai majikan hendaknya juga bisa mengerti bahwa yang mereka pekerjakan bukanlah robot yang selalu siap 24 jam sehari. Mereka adalah manusia yang perlu istirahat dari lelah dan juga perlu menenangkan diri dari stres. Jika sikap saling pengertian ini bisa terwujud, maka kemungkinan terjadinya tindak kekerasan bisa ditekan jumlahnya.